KEMULIAAN YANG DAHULU DAN KESENGSARAAN YANG SEKARANG
Bacaan : Ayub 29 : 1-25
Tema "Pemberdayaan Tuhan Di Dalam Penderitaan Ayub"
Pengantar
Bapak, ibu jemaat Tuhan.....Syalom…………………
Pasti diantara kita semua yang hadir pada saat ini memiliki yang namanya kenangan indah. Kenangan baik yang kita miliki bersama keluarga, sahabat, rekan kerja, rekan pelayanan, bersama orang-orang disekitar kita.
Kenangan indah karena hal baik yang pernah orang lain lakukan dan bri bagi kita; atau juga sebaliknya hal baik yang pernah kita lakukan dan beri bagi orang lain.Namun dapatkah sebuah kenangan baik menolong kita untuk melewati sebuah kesulitan hidup yang kita alami?
PenjelasanTeks
Ayub secara khusus menyaksikan bagi kita sekalian dalam pembacaan disaat ini. Jika pada minggu lalu kita belajar bersama ketika Ayub bertanya tentang apa maksud Allah dengan semua penderitaan yang ia alami, bahkan juga semua keluh kesah, segala kepahitan yang ada di dalam hatinya diutarakan atau disampaikan kepada Allah. Pada pasal 29 ini merupakan bagian dari serangkaian pidato yang diberikan oleh Ayub dalam konteks penderitaannya. Ayub mengenang masa lalu ketika dia merasa berkat dan kelimpahan Allah sangatlah menyertainya. Ayub menggambarkan betapa makmur dan dihormatinya di diantara masyarakatnya. Dia menceritakan bagaimana dia diberkati oleh Allah dan dihormati oleh orang-orang disekeliingnya.Sesuatu yang sangat kontras/berbeda sekali dengan keadaannya yang sekarang. Kehidupa Ayub tentang kesalehannya, tentang bagaiman ia hidup bergaul dengan Allah, tentang cara hidup dari seorang Ayub, biasanya kita hanya tahu dari pasal satu kitab ini. Tetapi kali ini seperti kita melihat sebuah biografi dimana Ayub sendiri menceritakan dan menyaksikan tentang bagaimana Ia hidup, tentang keadaannya yang dulu, tentang semua keadaan baik, semua kenangan baik yang pernah di alami olehnya bersama dengan keluarganya.
Ujian kehidupan membuat Ayub merindukan masa lalu.
Sambil duduk di abu dan menggaruk badannya dengan sekeping beling, terkenanglah ia kepada keluarga, kekayaan, kehormatan dan segala kemuliaannya di masa lalu. Dan itulah yang tergambarkan dalam pasal 29 ini.
Ayub menceritakan bagaimana ia mengingat masa mudanya dimana Allah melindunginya (ay.2); dan ia benar-benar merindukan kehidupannya di dalam perlindungan Allah. Ayub menguraikan dengan luar biasa, sekalipun ia berjalan dalam kegelapan, Allah meneranginya. (ay.3); bahkan pada ay.4 ia menggambarkan bahwa Allah itu sudah seperti seorang sahabat baginya. Kasih Allah bagi keluarganya diungkapkan dengan anak-anaknya duduk disekelilngnya (ay.5). Ketika ia keluar pintu gerbang, begitu banyak berkat diterimanya (ay.6)
Dari sini kita melihat dan memperoleh gambaran, betapa indahnya hidup Ayub dan setianya kepada Allah. Kita melihat bagaiaman hubungan, relasi dan kedekatan seorang Ayub dengan Allah. Tidak hanya itu… Ayub tidak hanya mengenang bagaimana ia hidup begitu dekat dengan Allah, tetapi juga ia mengungkapkan bagaimana kehidupannya dalam relasi dengan sesamanya.
Ketika Ayub mengingat-ingat masa lalunya; ia menyadari beberapa hal :
Pertama :
Allah mengasihinya. Allah memelihara dan menuntun Ayub dalam situasi baik (ay.5-6) dan keadaan yang buruk sekalipun (ay.3)
Oleh karena itu, Kedua :
Ayub bertumbuh menjadi seorang yang mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Hidupnya di abdikan untuk menolong orang-orang yang kesusahan (ay.12) menghibur mereka yang menderita (ay.13). Tindakannya senantiasa adil…..
Bagi orang tertindas ia adalah pembela (ay.14-16) Pada zaman Ayub, seperti yang masih terjadi di banyak tempat di dunia ini, mereka yang mempunyai kekuasaan paling kecil mempunyai akses terhadap keadilan yang paling kecil. Namun Ayub tidak bekerja seperti itu. Dia takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Dan salah satu dari banyak dampaknya adalah ia menyelamatkan orang-orang miskin yang berteriak minta tolong – meskipun ia bisa melakukan sebaliknya. Tapi juga, tentang gerbang kota ay.6. disebutkan dalam sebuah penafsiran bahwa ini adalah tempat berbisnis Di sinilah perselisihan disidangkan dan keputusan pengadilan diberikan. Dan Ayub merupakan bagian integral dari lingkungan itu. Dia mengambil tempat duduknya dalam situasi itu – yang berarti bahwa dia bertanggung jawab atas proses tersebut. Sehingga bagi orang-orang orang-orang lalim, Ayub adalah seorang hakim yang tegas.
Ketiga :
Karena kualitas hidup yang seperti itu, Ayub dihormati banyak orang. Orang muda hormat kepadanya (Ay.7-8), para pejabat, serta orang-orang petinggi pemerintah segan terhadapnya (ay.9-10). Kehadirannya yang menebarkan pengharapan, kesejukan dan sukacita selalu ditunggu dan dinantikan oleh orang lain. Ayub menyadari semuanya itu, namun ia tidak terhanyut dalam keadaan masa lalu itu (ay.24-25). Ayub merenungkan perubahan dramatis dalam hidupnya dan mencoba untuk tetapi memahami maksud dibalik penderiaan yang ia hadapi.
Penerapan :
Jadi jika Ayub menyesali bahwa Tuhan – menurut penilaiannya – tidak memelihara dan mengawasinya. Kenangan nya di masa lalu menunjukan betapa kasih, berkat dan penyertaan Tuhan selalu ia rasakan. Kita pun menyadari bahwa kita ada sampai hari ini karena Tuhan, bagaimana mungkin kita mempertanyakan kasih dan kuasaNya, sedang ia masih mengizinkan kita untuk ada sampai dihari ini, menikmati nafas hidup yang masih ia anugerahkan, bahkan keluarga kita yang mash terus Tuhan pelihara, pekerjaan kita yang Tuhan berkati dengan segala penghasilan kita, bahkan dengan pekerjaan yang sekalipun, biar itu jual pinang kh, jualan di pasarkah, buruh kh tapi dari situlah berkat Tuhan mengalir dalam kehidupan kita, mungkin memang tidak banyak tetapi kita senantiasa berkecukupan.
Bahkan kekuatan, kesehatan… tapi juga talenta, skil/kemampuan yang kita punya…
Bukankah semuanya ini adalah pemberian Tuhan bagi kita ?
Ayub dengan jelas menggambarkan keberkatan dan keberlimpahan yang dia nikmati sebelum penderitaan datang. Ini mengingatkan kita untuk selalu menghargai dan bersyukur atas segala berkat yang Allah berikan dalam hidup kita sebelum masa ujian atau kesulitan,gunakan waktu dan semua potensi yang kita miliki saat ini dengan bijaksana.
Ayub membagikan bagaimana dia membantu yang lemah dan melindungi yang tertindas. Ini mengajarkan kepada kita pentingnya menjadi orang yang membantu dan berempati terhadap mereka yang membutuhkan, ketika kita memilki segala seuatu bahkan berkelebihan.
Hari ini kita hidup dimasa dimana, Kasih kepada sesama itu semakin menipis. Orang melakukan kebaikan hanya karena ada maunya saja, orang memberi hanya karena mengingkan sebuah imbalan atau supaya diperlakukan sama. Orang berbuat baik supaya diakui, supaya disenangi, hanya sebagai sebuah pencitraan. Tidak disertai dengan sebuah ketulusan hati yang benar-benar sungguh.
Marilah kita belajar seperti Ayub, sebagaimana ia hidup ketika ia memiliki segalanya,ia tidak hidup untuk dirinya sendiri. Dia tahu bahwa di sekitarnya banyak orang yang menderita, disekitarnya banyak orang yang berkekurangan, disekitarnya banyak orang yang membutuhkan pertolongan. Hari ini kita bisa makan nasi, sayur, ikan dengan lauk yang lengkap…. tapi mungkin sesama kita di dalam persekutuan jemaat ini, ada yang tidak bisa makan hari ini hanya karena sudah tidak ada lagi beras. Ada yang hendak membawa keluarganya berobat tapi tidak memiliki cukup uang akhirnya dirumah saja dengan obat seadanya. Ada yang harus membayar pendidikan anak-anaknya tetapi kesulitan dan terus menunggak sampai pada jumlah yang begitu banyak. Dari Ayub kita belajar, bahwa Tuhan memberkati kita dengan begitu banyak hal, supaya kita menjadi saluran berkat bagi orang lain. Tuhan menjawab setiap doa-doa yang dinaikan dari mereka yang berkekurangan kepadanya dengan bercucuran air mata melalui kita yang memiliki kelebihan. Itulah sebabnya kita diberkati, adalah untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Nah, lalu dalam menjalani masa raya sengsara, khususnya di Minggu Sengsara ke-II ini; apa yang hendak kita pelajari melalui bagian ini. Yaitu sebagai anak-anak Tuhan/ orang-orang percaya yang sudah ditebus, kita menengok kebelakang dan melihat kembali pada Salib Kristus, melihat kembali karya keselamatan Allah di dalam anakNya Yesus Kristus yang menjalani semua penderitaan dan semua pengorbananNya, agar iman kita diteguhkan untuk menghadapi masa kini.
Kita harus mengarahkan pengharapan kita ke depan kepada janji Allah yang akan digenapinya pada waktunya. Jalanilah hidup ini dalam kasih, sehingga hidup ini berarti bagi diri sendiri, menjadi berkat bagi sesame kita dan berkenan bagi Tuhan. Amin
Semoga khotbah ini menjadi berkat :)